Senin, 28 Oktober 2013

Kapitalisme Informasi dan penindasan melalui tekno kultur

Kapitalisme Informasi dan penindasan melalui tekno kultur

Kapitalisme informasi disini adalah bagaimana informasi itu dikendalikan oleh superstruktur yang terbentuk dari kepentingan pemilik modal.

Tekno kultur mencerminkan konfigurasi kultur massa dan masyarakat konsumen dimana barang konsumsi, film, televisi, citra massa, dan informasi yang dikomputerisasikan menjadi bentuk kultur dominan diseluruh dunia maju dan makin menjalar ke masyarakat yang sedang berkembang, dalam tekno kultur ini, citra dan tontonan dan komoditi estetika menjadi bentuk kultur yang baru yang menjajah kehidupan sehari - hari dan mengubah hubungan politik ekonomi dan social.

Dalam hal ini Negara berkembang adalah negara kapitalis ekonomi pinggiran, yang mana merupakan sebuah Negara yang ekonominya terkontrol secara global melalui pembentukan struktur social pasar dengan keseimbangan negative. Keseimbangan negative disini adalah kondisi pasar yang menghasilkan surplus dipusat pengendali struktur tapi tidak surplus dinegara kapitalis pinggiran.

Kapitalisme informasi yang terjadi disini adalah bagaimana secara structur social terjadi pendistrisbusian informasi yang tidak adil, dimana informasi bebas hanya terpusat dikalangan kelas atas, atau terjadinya proses asimetri informasi secara struktur social. Disini proses informasi yang terjadi adalah sebuah main stream informasi yang terkontrol oleh superstruktur, dalam hal ini dapat terlihat dengan mudah bagaimana tarif ICT ( Information Communication and Telecommunication) di Indonesia adalah termahal di dunia.

Bagaimana melihat sebuah kapitalisme informasi dan penindasan melalui tekno kultur, apakah kapitalisme informasi berdampak pada penindasan melalui tekno kultur atau keduanya berjalan seiringan atau penindasan melalui tekno kultur yang di prasanai oleh kapitalisme informasi. Semuanya dapat terjawab melalui arsitektur dari superstruktur social tersebut, dalam arsitekturnya yang terjadi adalah kapitalisme informasi adalah sebagai struktur control sedangkan pada tekno kultur adalah sebuah cara dalam melaksanakannnya.

Kapitalisme informasi bagaimana proses control lebih diserahkan kepada superstruktur social seperti hal nya bagaimana Institusi pemerintah Seperti Ditjen Postel, tidak mempunyai peran yang independent tapi perannya kalah dominan dengan pemilik modal, bagaimana lembaga tersebut di intervensi oleh pemilik modal, hal yang seharusnya terjadi adalah seharusnya sebaliknya Ditjen Postel lah yang lebih dominan dalam melakukan intervensi kepada mekanisme pasar dan pemilik modal. Dan kenapa lembaga yang seharusnya independen seperti BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) banyak dimasuki oleh orang-orang yang punya kepentingan terhadap mekanisme pasar.




Kapitalisme informasi dan Penindasan melalui tekno kultur, sebenarnya lebih berbahaya dari tindakan kejahatan apapun karena disinilah terjadi pembentukan karakter modal social.


Bagaimana kapitalisme informasi berpacaran dengan tekno kultur, dengan regulasi yang lemah pada pemerintah terhadap mekanisme pasar global, maka akan mengakibatkan terjadinya homogenitas struktur informasi, kenapa hal ini terjadi sebagai contoh bagaimana akses informasi murah berguguran (warnet-warnet berguguran), bagaimana tarif data melalui GPRS sangat mahal, hanya bisa diakses oleh kalangan atas yang punya penghasilan diatas rata-rata. Bagaimana mungkin GPRS hanya dipakai browsing selama seminggu dengan akses normal, hanya berita-berita, bisa dikenakan tarif sampai berjuta-juta ruapiah dan hal ini Cuma terjadi di Indonesia.
Coba lihat bagaimana para pemilik modal lebih mengutamakan keuntungan tanpa memperhatikan dampak sosialnya, hal ini juga bisa terlihat dari program-program struktur yang mengutamakan keuntungan sepihak contohnya sms premium. Pada acara-acara seperti Indonesian idol, AFI, Pildacil ( Pemilihan Dai Cilik ). Pada Pildacil bagaimana mungkin seorang anak kecil dijadikan objek ekonomi tanpa memahami makna yang sesungguhnya, dibebani hapalan - hapalan bukan pemahaman, bukankah ini adalah pembodohan masal. Disinilah yang dimaksud dengan penindasan melalui tekno kultur. Homogenitas Informasi disini adalah bagaimana terjadinya konvergensi informasi secara structural, dengan mahalnya akses informasi yang independent, maka orang kecenderungan akan mengakses informasi yang murah dan homogen, atau terjadinya pola pergesaran akses informasi dan satu-satunya informasi yang homogen dan murah adalah televisi, coba lihat bagaimana acara-acara televisi di Indonesia, kenapa hal ini terjadi pada televisi, karena lemahnya intervensi pemerintah tersebut tentunya acara-acaranya dikendalikan oleh superstruktur social yang digerakan oleh kepentingan pemilik modal, dimana independenitasnya nol besar, yang terjadi hanyalah mainstream informasi searah (terjadinya homogenitas informasi), coba perhatikan yang katanya televisi pendidikan Indonesia ternyata acaranya berisikan pembodohan masal, sinetron-sinetron banyak mengandung unsur pembentukan karakter social negative, seperti konsumerisme dan kebencian, dan disinilah terjadinya homogenitas informasi yang akhirnya hanya dapat membentuk struktur sosial yang bersifat negative dari superstruktur sosial yang merupakan hubungan timbal balik yang saling menguatkan yang hanya menguntungkan segelintir orang atau pemilik modal.

Bagaimana kapitalisme informasi dan tekno kultur berimbas kepada hilangnya hak - hak informasi atau dapat mengakibatkan penindasan terhadap hak hak asasi manusia, iyah karena secara tidak langsung hal tersebut dapat mengkarantina atau memenjarakan hak intelektual karena hal ini langsung berimbas kepada modal social, yang mana modal social tersebut adalah modal menuju bangsa yang ingin maju meninggalkan ketertinggalan, biar bagaimanapun informasi yang adil dan sesuai dengan porsinya adalah hak yang patut diperjuangkan oleh setiap individu yang ingin maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar